penulis :
Dampak letusan Gunung
Merapi tak hanya dirasakan warga yang mengungsi, namun juga mulai berdampak
kepada warga masyarakat yang masih bertahan di rumah. Warga mulai kesulitan
memenuhi kebutuhan hidup karena ekonomi sudah terhenti sepekan lebih. Saat ini
yang membutuhkan bantuan makanan justru warga masyarakat sendiri yang mana
daerahnya dijadikan sebagai posko pengungsian. Sejak erupsi Merapi pekan lalu,
kegiatan perekonomian di beberapa daerah di Yogyakarta dan Magelang terhenti.
Kondisi perekonomian di
beberapa wilayah Kabupaten Magelang nyaris lumpuh pasca hujan abu dan pasir
erupsi Merapi, sementara aktivitas perdagangan di Kota Yogyakarta mulai pulih
meski abu masih menyelimuti kota itu.
Di beberapa wilayah Magelang
seperti di Muntilan sejak Rabu hingga Minggu, di beberapa titik tidak ada toko
yang buka, begitu juga di kawasan Borobudur perdagangan nyaris lumpuh total.
Pasar tidak buka
sehingga yang pedagang tidak berjualan. Buruh-buruh bangunan tidak mendapatkan
pekerjaan. Padahal, bagi mereka, hasil upah kerja hari ini adalah untuk biaya
hidup esok hari. Kalau sudah tujuh hari tidak bekerja otomatis tidak ada
pemasukan.
Warga masyarakat yang
sangat membutuhkan bantuan, meliputi dusun Ngasem, Bintaro, Nepen dan dusun
lainnya di desa Gunungpring, Kecamatan Muntilan. Ada juga di desa Tersangede,
Kecamatan Salam. Masih ada banyak lagi daerah nasibnya seperti itu dan belum
mendapatkan bantuan.
Warga korban bencana
letusan Merapi saat ini memang mengalami kelangkaan kebutuhan pangan. Sementara
selama Gunung Merapi meletus, mereka tidak bisa bekerja sehingga mereka pun
tidak mempunyai uang untuk membeli kebutuhan makan.
Warga masyarakat
tersebut bahkan terancam kelaparan. Yang pedagang tidak bisa berjualan karena
perekonomian berhenti. Sedangkan, warga yang menjadi penambang pasir juga takut
mencari pasir karena banjir lahar dingin. Intinya, kegiatan perekonomian mereka
terhenti sehingga sulit untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Erupsi gunung Merapi juga berdampak pada pertanian dan
peternakan sekitar lereng Merapi salah satunya seperti tanaman kopi dan ternak sapi perah di Dusun Jambu, Desa Kepuharjo,
Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman Propinsi DIY. Erupsi gunung Merapi
mengakibatkan sumber air menjadi rusak sehingga peternak mengalami kesulitan
mendapatkan air untuk ternaknya. Pada saat hujan abu yang terkena dampak adalah hijauan pakan
ternak karena helai daun terkontaminasi oleh abu sehingga banyak peternak membeli pakan hijauan dari luar daerah yaitu
dari Kabupaten Gunungkidul dan Kab. Kulonprogo
dengan harga Rp 5000,- per 40 kg. Hal tersebut
menyebabkan biaya produksi menjadi lebih tinggi dan berakibat sebagian peternak yang menjual ternaknya dengan harga
sangat murah yaitu 50% dari harga normal. Akibat dari aktivitas Gunung Merapi
terjadi penurunan produktivitas susu dan kopi glondong. Pada kondisi normal
(tidak ada aktivitas Merapi) produksi susu sebesar 9-10
liter per hari per ekor, dengan adanya aktivitas Merapi
produksi susu turun menjadi 7-8 liter/hari/ekor,
sedang produktivitas kopi glondong turun
33%. Dampak letusan gunung Merapi terhadap
produksi pakan ternak juga dirasakan oleh sebagian besar
peternak di kawasan lereng Gunung Merapi.
Rumput untuk pakan ternak tidak dapat termanfaatkan sepenuhnya karena
tercampur dengan abu. Hal ini dapat diketahui dari hasil wawancara dan
observasi lapang terhadap peternak dan petugas Dinas Peternakan setempat serta
ternak sapi yang ada di lokasi dampak. Diketahui bahwa sekitar 10 – 12 kg dari
30 – 40 kg rumput dan daun- daunan yang diberikan pada ternak tidak termakan.
Berdasarkan data tersebut dapat diprediksikan bahwa pakan yang terbuang
sebanyak 22,30%.
Letusan Gunung Merapi
juga berimbas pada sektor pariwisata di Yogyakarta dan wilayah Jawa Tengah yang
dekat dengan gunung berapi teraktif di dunia tersebut. Sejumlah lokasi
pariwisata terpaksa ditutup akibat serangan debu vulkanik Merapi. Sementara
tempat wisata yang buka mengalami penurunan jumlah pengunjung.
Kawasan wisata Candi
Borobudur, misalnya. Untuk sementara objek wisata Borobudur ditutup akibat
tebalnya abu dan material pasir dari Gunung Merapi yang menyelimuti semua
bangunan candi. Ketebalan abu vulkanik yang menempel pada bangunan candi
mencapai tiga centimeter.
Menurut pihak Balai
Konservasi dan Taman Wisata Candi Borobudur, candi akan ditutup untuk proses
pembersihan kembali. Pembersihan dilakukan karena abu vulkanik mengandung
tingkat keasaman yang tinggi yang dikhawatirkan bisa merusak struktur batu
candi.
Erupsi Merapi juga
berpengaruh pada menurunnya jumlah pengujung di Candi Prambanan di Klaten,
Jateng. Penurunan kunjungan mencapai 30 hingga 50 persen. Sebelum Merapi
meletus, biasanya akhir pekan pengunjung candi mencapai 5.000 orang. Kini hanya
sekitar seribu hingga 1.500 saja.
Kondisi tak jauh berbeda
dialami objek-objek wisata lainnya di Provinsi DIY dan Jateng. Akibat letusan
Merapi, pariwisata di Kabupaten Sleman bagian utara, lumpuh total. Sebanyak
sembilan lokasi wisata yang berada di dalam zona rawan bencana Merapi--sejauh
10 - 20 kilometer--telah tutup. Rencananya Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
setempat akan menutup tidak langsung 4 lokasi wisata lainnya.
Untuk mengurangi
kerugian lebih banyak serta menjaring wisatawan, pemerintah setempat akan
mengalihkan tujuan wisata ke obyek wisata sejarah yang masih bertahan serta
aman.
Dengan tutupnya obyek
wisata itu Pemda Sleman telah kehilangan pemasukan retribusi dari berbagai
sektor wisata, seperti sektor pariwisata alam, belanja, pendidikan, agrowisata
serta minat khusus. Jumlah pengunjung 5.000 orang pada hari biasa serta
meningkat tiga kali lipat saat event tertentu, saat ini anjlok hingga nol
persen.
Kita hanya dapat berharap pemerintah segera memulihkan
perekonomian warga lereng Merapi. Sebab, warga sudah terlalu lama di
pengungsian dan kehilangan pekerjaannya. Antara lain dengan membantu
membangkitkan aktivitas ekonomi masyarakat seperti pasar tradisional agar
kehidupan masyarakat berangsur-angsur pulih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar