Pages

Senin, 26 Desember 2011

DAMPAK LETUSAN GUNUNG MERAPI TERHADAP PEREKONOMIAN DI YOGYAKARTA DAN JAWA TENGAH


penulis : KURNIA FEBRIANI anggota kmplhk ranita uin jakarta
Dampak letusan Gunung Merapi tak hanya dirasakan warga yang mengungsi, namun juga mulai berdampak kepada warga masyarakat yang masih bertahan di rumah. Warga mulai kesulitan memenuhi kebutuhan hidup karena ekonomi sudah terhenti sepekan lebih. Saat ini yang membutuhkan bantuan makanan justru warga masyarakat sendiri yang mana daerahnya dijadikan sebagai posko pengungsian. Sejak erupsi Merapi pekan lalu, kegiatan perekonomian di beberapa daerah di Yogyakarta dan Magelang terhenti.
Kondisi perekonomian di beberapa wilayah Kabupaten Magelang nyaris lumpuh pasca hujan abu dan pasir erupsi Merapi, sementara aktivitas perdagangan di Kota Yogyakarta mulai pulih meski abu masih menyelimuti kota itu.
Di beberapa wilayah Magelang seperti di Muntilan sejak Rabu hingga Minggu, di beberapa titik tidak ada toko yang buka, begitu juga di kawasan Borobudur perdagangan nyaris lumpuh total.
Pasar tidak buka sehingga yang pedagang tidak berjualan. Buruh-buruh bangunan tidak mendapatkan pekerjaan. Padahal, bagi mereka, hasil upah kerja hari ini adalah untuk biaya hidup esok hari. Kalau sudah tujuh hari tidak bekerja otomatis tidak ada pemasukan.
Warga masyarakat yang sangat membutuhkan bantuan, meliputi dusun Ngasem, Bintaro, Nepen dan dusun lainnya di desa Gunungpring, Kecamatan Muntilan. Ada juga di desa Tersangede, Kecamatan Salam. Masih ada banyak lagi daerah nasibnya seperti itu dan belum mendapatkan bantuan.
Warga korban bencana letusan Merapi saat ini memang mengalami kelangkaan kebutuhan pangan. Sementara selama Gunung Merapi meletus, mereka tidak bisa bekerja sehingga mereka pun tidak mempunyai uang untuk membeli kebutuhan makan.
Warga masyarakat tersebut bahkan terancam kelaparan. Yang pedagang tidak bisa berjualan karena perekonomian berhenti. Sedangkan, warga yang menjadi penambang pasir juga takut mencari pasir karena banjir lahar dingin. Intinya, kegiatan perekonomian mereka terhenti sehingga sulit untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Erupsi gunung Merapi juga berdampak pada pertanian dan peternakan sekitar lereng Merapi salah satunya seperti tanaman kopi dan ternak sapi perah di Dusun Jambu, Desa Kepuharjo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman Propinsi DIY. Erupsi gunung Merapi mengakibatkan sumber air menjadi rusak sehingga peternak mengalami kesulitan mendapatkan air untuk ternaknya. Pada saat hujan abu  yang terkena dampak adalah hijauan pakan ternak karena helai daun terkontaminasi oleh abu sehingga banyak peternak  membeli pakan hijauan dari luar daerah yaitu dari Kabupaten Gunungkidul dan Kab. Kulonprogo dengan harga Rp 5000,- per 40 kg. Hal tersebut menyebabkan biaya produksi menjadi lebih tinggi dan berakibat sebagian  peternak yang menjual ternaknya dengan harga sangat murah yaitu 50% dari harga normal. Akibat dari aktivitas Gunung Merapi terjadi penurunan produktivitas susu dan kopi glondong. Pada kondisi normal (tidak ada aktivitas Merapi) produksi susu sebesar 9-10 liter per hari per ekor, dengan adanya aktivitas Merapi produksi susu turun menjadi 7-8 liter/hari/ekor, sedang produktivitas kopi glondong turun 33%. Dampak letusan gunung Merapi terhadap produksi pakan ternak juga dirasakan oleh sebagian besar peternak di kawasan lereng Gunung Merapi.  Rumput untuk pakan ternak tidak dapat termanfaatkan sepenuhnya karena tercampur dengan abu. Hal ini dapat diketahui dari hasil wawancara dan observasi lapang terhadap peternak dan petugas Dinas Peternakan setempat serta ternak sapi yang ada di lokasi dampak. Diketahui bahwa sekitar 10 – 12 kg dari 30 – 40 kg rumput dan daun- daunan yang diberikan pada ternak tidak termakan. Berdasarkan data tersebut dapat diprediksikan bahwa pakan yang terbuang sebanyak 22,30%.
Letusan Gunung Merapi juga berimbas pada sektor pariwisata di Yogyakarta dan wilayah Jawa Tengah yang dekat dengan gunung berapi teraktif di dunia tersebut. Sejumlah lokasi pariwisata terpaksa ditutup akibat serangan debu vulkanik Merapi. Sementara tempat wisata yang buka mengalami penurunan jumlah pengunjung.
Kawasan wisata Candi Borobudur, misalnya. Untuk sementara objek wisata Borobudur ditutup akibat tebalnya abu dan material pasir dari Gunung Merapi yang menyelimuti semua bangunan candi. Ketebalan abu vulkanik yang menempel pada bangunan candi mencapai tiga centimeter.
Menurut pihak Balai Konservasi dan Taman Wisata Candi Borobudur, candi akan ditutup untuk proses pembersihan kembali. Pembersihan dilakukan karena abu vulkanik mengandung tingkat keasaman yang tinggi yang dikhawatirkan bisa merusak struktur batu candi.
Erupsi Merapi juga berpengaruh pada menurunnya jumlah pengujung di Candi Prambanan di Klaten, Jateng. Penurunan kunjungan mencapai 30 hingga 50 persen. Sebelum Merapi meletus, biasanya akhir pekan pengunjung candi mencapai 5.000 orang. Kini hanya sekitar seribu hingga 1.500 saja.
Kondisi tak jauh berbeda dialami objek-objek wisata lainnya di Provinsi DIY dan Jateng. Akibat letusan Merapi, pariwisata di Kabupaten Sleman bagian utara, lumpuh total. Sebanyak sembilan lokasi wisata yang berada di dalam zona rawan bencana Merapi--sejauh 10 - 20 kilometer--telah tutup. Rencananya Dinas Kebudayaan dan Pariwisata setempat akan menutup tidak langsung 4 lokasi wisata lainnya.
Untuk mengurangi kerugian lebih banyak serta menjaring wisatawan, pemerintah setempat akan mengalihkan tujuan wisata ke obyek wisata sejarah yang masih bertahan serta aman.
Dengan tutupnya obyek wisata itu Pemda Sleman telah kehilangan pemasukan retribusi dari berbagai sektor wisata, seperti sektor pariwisata alam, belanja, pendidikan, agrowisata serta minat khusus. Jumlah pengunjung 5.000 orang pada hari biasa serta meningkat tiga kali lipat saat event tertentu, saat ini anjlok hingga nol persen.
Kita hanya dapat  berharap pemerintah segera memulihkan perekonomian warga lereng Merapi. Sebab, warga sudah terlalu lama di pengungsian dan kehilangan pekerjaannya. Antara lain dengan membantu membangkitkan aktivitas ekonomi masyarakat seperti pasar tradisional agar kehidupan masyarakat berangsur-angsur pulih.



Tidak ada komentar: