Pages

Rabu, 21 Desember 2011

limbah domestik cemari air dangkal jakarta


JAKARTA (Media): Secara kuantitas, limbah domestik yang berasal dari rumah tangga lebih banyak mencemari air sungai dan sumur di Jabotabek dibandingkan dari industri. Namun, limbah industri secara kualitas lebih tinggi tingkat bahayanya.
Hal ini dikatakan Ir Nusa Idaman Said, peneliti pada Direktorat Teknologi Lingkungan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), kepada pers di Gedung II BPPT Jakarta, kemarin.
''Tetapi, bagaimanapun kedua limbah itu tetap membahayakan lingkungan,'' kata Nusa.
Menurut Nusa, penyebab lebih banyaknya limbah domestik mencemari sungai dan air dangkal di Jakarta adalah padatnya pemukiman dan kondisi sanitasi lingkungan yang buruk. Selain itu, lanjutnya, buangan industri langsung ke sungai tanpa proses pengolahan limbah.
''Jumlah total air yang dibuang ke badan air di DKI Jakarta diperkirakan 1.316.113 m3/hari. Air buangan domestik menyumbang 1.038.205 m3/hari, perkantoran/daerah komersial 448.933 m3/hari, dan industri 105.437 m3/hari,'' jelas Nusa.
Dilihat dari jumlah air buangan ini, beban polusi yang disumbangkan dari limbah domestik tetap mendominasi. Dijelaskan Nusa, air limbah domestik memberikan kontribusi terhadap pencemaran air sekitar 75%, perkantoran/daerah komersial 15%, dan limbah industri hanya sekitar 10%.
Sedangkan dilihat dari beban polutan organiknya, diutarakan Nusa, air limbah domestik memberikan kontribusi sekitar 70%, perkantoran/daerah komersial 14%, dan air limbah industri 16%. ''Dengan demikian, air limbah domestik dan air limbah perkantoran atau daerah komersial adalah penyumbang terbesar bagi pencemaran air di wilayah DKI Jakarta,'' tegas Nusa.
Bila dilihat dari parameter pencemar Biological Oxygen Demand (BOD), yakni parameter yang menunjukkan banyaknya zat organik, menurut Nusa, sebagian besar sungai di Jakarta sudah melewati ambang batas yang diperbolehkan (30 mg/lt).
Sungai yang mengalami pencemaran berat dengan kadar BOD > 90 mg/lt antara lain Sungai Cipinang, Kali Baru Barat, Kali Petukangan, Cakung Drain, Kali Sunter bagian hilir, Kali Cideng, Saluran Bali Matraman, Sungai Ancol, Kali Grogol, dan Sungai Sekretaris.
''Selain itu, hampir seluruh sungai di Jakarta mengandung bakteri Fecal Coli cukup besar. Hal ini menunjukkan bahwa sungai-sungai di Jakarta sudah tercemar oleh kotoran manusia (tinja),'' sambung Nusa.
Sementara pengamatan di lapangan, diuraikan Nusa, ada beberapa pencemaran sungai yang diakibatkan oleh industri, yaitu sungai Cipinang, Kali Baru Barat, Kali Petukangan, Cakung Drain, serta Saluran Morkevart. Tapi, sebagian besar disebabkan limbah domestik yang berasal dari rumah tangga, restoran, perkantoran, dan daerah perdagangan atau komersial.
Di sisi lain dari pemantauan terhadap kualitas air sumur gali atau sumur tanah dangkal di Jakarta yang dilakukan Bapedalda DKI, diketahui sebagian besar contoh air yang diperiksa telah tercemar oleh zat-zat kimia seperti zat organik, amonia, dan sebagainya. Bahkan, ada yang tercemar bakteri coli yang berasal dari kotoran manusia.
''Jadi, bukan hanya air sungai di Jakarta saja yang tercemar, kondisi kualitas air tanah pun mulai mengalami hal yang sama. Adanya bakteri coli dalam air tanah menunjukkan gejala adanya pencemaran oleh buangan limbah rumah tangga (tinja),'' paparnya.
Untuk mengurangi dampak negatifnya, menurut Arie Herlambang, pakar Hidrogeologi dari BPPT, dalam jangka panjang sumur yang ada harus diinventarisasi, sehingga pemerintah mampu membuat program pemantauan permukaan air yang lebih memadai. ''Tapi, semua itu sangat tergantung dari kemauan pemerintah dan dukungan masyarakat. Umumnya, pemerintah dan masyarakat baru menghargai pentingnya lingkungan hidup setelah jatuh korban. Karena dampak pencemaran baru dirasakan setelah puluhan tahun,'' kata Arie. (Faw/V-4)

Tidak ada komentar: