Pages

Minggu, 25 Maret 2012

Alasan menggunakan Klasifikasi


*OLeh Ade Irwan 

Sejarah Singkat
Usaha untuk mendirikan sebuah Fakultas Sastra di Indonesia sudah ada sejak tahun 1920-an. Adanya rintangan, antara lain karena terjadinya depresi ekonomi yang melanda negeri Belanda menyebabkan pendirian Fakultas Sastra mengalami hambatan bertahun-tahun lamanya. Barulah pada tanggal 4 Desember 1940 Perpustakaan Fakultas Sastra Universitas Indonesia berdiri seiring dengan berdirinya Fakultas Sastra di Universiteit van Indonesia.

Pada masa itu, perpustakaan menempati gedung Sekolah Tinggi Hukum, Jalan Merdeka Barat 13, Jakarta Pusat. Sampai dengan tahun 1946, seluruh kegiatan Universiteit van Indonesia sempat terhenti oleh karena pendudukan Jepang. Kegiatan kembali berjalan pada tahun 1950 dan nama Universiteit van Indonesia diubah menjadi Universitas Indonesia.

Pada tahun 1960, Fakultas Sastra pindah ke kampus Rawamangun, Jakarta Timur. Kemudian Kampus Universitas Indonesia berpindah ke Depok pada tahun 1987. Seiiring dengan sistem desentralisasi perpustakaan fakultas/jurusan, dengan sendirinya perpustakaan ikut pindah ke lokasi yang sama dengan menempati Gedung VII Fakultas Sastra.

Pada tahun 2003, Perpustakaan Fakultas Sastra Universitas Indonesia diubah menjadi Perpustakaan Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia (FIB UI) sesuai dengan perubahan nama Fakultas Sastra menjadi Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya.

Perpustakaan sering mengalami perubahan atau pergantian pimpinan dalam masa jabatan yang tidak lama. Dengan keadaan seperti ini, maka perpustakaan sulit untuk menentukan atau menerapkan desain manajemen yang mantap khususnya yang berhubungan dengan koleksi.

4.1.2 Koleksi Perpustakaan
Seperti umumnya masalah yang terjadi pada institusi akademis, masalah anggaran dan birokrasi masih menjadi kendala utama perpustakaan untuk mengelola pengadaan koleksi sampai pada tahap yang ideal serta manajemen perlindungan koleksi sampai pada tahap yang maksimal.

Sampai tahun 2000, koleksi umum perpustakaan kurang lebih berjumlah 150.641 eks yang meliputi buku teks, buku rujukan, skripsi, tesis, disertasi, hasil penelitian, dan manuskrip. Dari total jumlah tersebut, jumlah koleksi buku mencapai lebih dari 40.000 eksemplar yang meliputi buku teks umum, buku Indonesiana, buku Belanda, dan buku referens.

Selain koleksi naskah Indonesia kuno dan naskah Cina, koleksi perpustakaan juga meliputi bidang bahasa dan humaniora yang dicakup dalam empat belas jurusan/program studi, antara lain, Sastra Indonesia, Sastra Daerah, Sastra Arab, Sastra Belanda, Sastra Cina, Sastra Inggris, Sastra Jepang, Sastra Jerman, Sastra Perancis, Sastra Rusia, Filsafat, Arkeologi, Ilmu Sejarah, dan Ilmu Perpustakaan. Perkembangan ilmu pengetahuan menyebabkan perpustakaan juga memberikan perhatian khusus pada bidang humaniora yang meliputi filsafat, agama, visual arts, performing arts, bahasa dan sastra, dan kebudayaan.

4.1.3 Program Pendidikan
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia membuka empat program pendidikan, yakni program pendidikan profesional atau diploma, program sarjana reguler, program pascasarjana, dan program doktoral. 

Program pendidikan diploma terdiri atas tujuh program bahasa asing, program spesialisasi penerjemahan, program Bahas Indonesia Untuk Penutur Asing (BIPA), serta program pelayanan bahasa. Program sarjana terdiri atas 14 program studi di mana 10 diantaranya adalah program kebahasaan. Program pascasarjana membuka 6 program studi di mana satu di antaranya adalah program studi Linguistik, serta program doktoral yang terdiri atas empat program studi dengan satu program untuk bidang Linguistik.

4.2 Analisis dan Pembahasan
Dalam WLN Collection Assessment Manual, dijelaskan bahwa analisis data dalam metode conspectus akan menjelaskan poin-poin berikut:

1. Jenis dan format koleksi seperti misalnya jurnal, koleksi referen, CD ROM, bahan audio visual, dan lain sebagainya.
2. Jumlah judul yang signifikan yang merepresentasikan koleksi inti perpustakaan dengan tidak memperhatikan jumlahnya serta perbandingan monograf dengan terbitan berseri.
3. Usia koleksi dan cakupan kronologis termasuk penentuan nilai tengah (median).
4. Bahasa (Cakupan bahasa).
5. Kondisi fisik koleksi.
6. Kontinuitas terbitan berseri.
7. Persentase distribusi koleksi yang ada pada standar serta materi koleksi pendukung seperti bahan literatur yang berisi kritik, komentar, dan intepretasi.
8. Penggunaan statistik sirkulasi dan jumlah tahunan pinjam antarpustaka.
9. Anggaran pengadaan koleksi tahunan per judul atau per serial.

Dalam analisis penelitian ini, penulis melakukan modifikasi pada poin-poin analisis di atas dengan tidak mengubah substansi dari tujuan utama penelitian ini yaitu analisis kekuatan dan kelemahan koleksi untuk subjek bidang Linguistik di Perpustakaan FIB. Modifikasi ini dilakukan dalam bentuk pembatasan-pembatasan poin-poin yang dianalisis yang disesuaikan keadaan koleksi bidang Linguistik di Perpustakaan FIB. Pembatasan tersebut dilakukan pada:

1. Koleksi yang dijadikan subjek penelitian adalah buku seperti yang telah dijelaskan sebelumnya pada Bab I subbab Batasan Masalah. Koleksi CD ROM tidak dijadikan bahan penelitian karena Perpustakaan FIB belum memiliki koleksi bahan literatur dalam format digital yang memadai. Sementara itu, koleksi jurnal juga dijadikan bahan penelitian oleh karena sifat koleksinya yang masih terbatas dan belum mendukung seperti misalnya keadaan jurnal yang secara kualitas dan kuantitas masih sangat minim dan tidak bersifat kontinu.

2. Terkait dengan poin 1, penulis juga tidak melakukan perbandingan judul koleksi yang represntatif dari koleksi inti perpustakaan antara bahan monograf dan jurnal. 

3. Penulis juga mengabaikan kondisi fisik koleksi, data sirkulasi, pinjam antarpustaka, dan anggaran perpustakaan dengan alasan bahwa tujuan penelitian adalah untuk memperoleh gambaran mengenai kekuatan dan kelemahan koleksi. Penulis berpendapat bahwa poin-poin tersebut lebih mengarah pada kajian koleksi dan kaitannya dengan pemanfaatan koleksi.
Setelah pengumpulan data diperoleh, maka seperti yang dijelaskan pada WLN conspectus bahwa tahap selanjutnya adalah analisis data. Berdasarkan data yang diperoleh terhadap koleksi buku bidang Linguistik yang dimiliki Perpustakaan FIB dengan menggunakan metode conspectus, maka dapat diperoleh beberapa hasil:

4.2.1 Distribusi Subjek Linguistik
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan klasifikasi Dewey dalam proses penilaian indikator. Alasan penggunaan Dewey adalah karena klasifikasi umum digunakan oleh perpustakaan-perpustakaaan dan Perpustakaan FIB juga menggunakan klasifikasi Dewey dengan versi yang sama. Berdasarkan skema klasifikasi Dewey bidang Linguistik terdistribusi antara kelas 410-419. Pada klasifikasi Dewey 21, kelas 416 tidak digunakan lagi. Hal ini sesuai dengan keadaan faktual pada koleksi perpustakaan di mana bahan literatur Linguistik tidak ditemukan pada kelas 416. Distribusi subjek koleksi dapat dijelaskan dalam tabel berikut:

Tabel 4.1
Distribusi Subjek Linguistik
No Notasi Kelas Bidang Subjek Jumlah Persentase
1 410.1 – 410.9 Linguistik 100 41.5%
2 411.1 – 411.9 Teknik Penulisan 6 2.7%
3 412.1 – 412.9 Etimologi 23 9.7%
4 413.1 – 413.9 Kamus 4 1.8%
5 414.1 – 414.9 Fonologi dan Fonetik 27 9.7%
6 415.1 – 415.9 Gramatikal Bahasa 30 11.4%
7 416 (Not assigned) 
8 417.1 – 417.9 Dialektologi dan Linguistik Diakronik 4 1.8%
9 418.1 – 418.9 Linguistik Terapan 35 14.9%
10 419.1 – 419.9 Bahasa Verbal Terstruktur di luar Bahasa Lisan dan Tulisan 19 6.7%
Total 248 100%

Dari tabel distribusi subjek tersebut dapat terlihat jumlah persentase tertinggi mewakili dominasi subjek dalam bidang Teori Linguistik. Dominasi subjek dokumen dilihat berdasarkan jumlah koleksi yang ada dalam koleksi perpustakaan. Berdasarkan peringkat 1-3 urutan subjek adalah 410 (Teori Linguistik) dengan persentase 41.5%, 418 (Linguistik Terapan), dengan persentase 14.9%, dan 415 (Gramatikal Bahasa) dengan persentase 11.4%. Sementara itu, ada tiga subjek yang memiliki koleksi kurang dari delapan judul atau setara dengan kisaran 2-3% dari keseluruhan sampel.

Berdasarkan data dari pihak fakultas, saat ini FIB membuka 14 program pendidikan sarjana di mana 10 di antaranya bersinggungan langsung dengan Linguistik, 1 program Linguistik untuk jenjang magister, serta 1 program Linguistik untuk jenjang doktoral. Secara umum, kajian Linguistik menempati porsi terbesar dari program pendidikan yang tersedia di lingkungan FIB. Dengan demikian, wajar apabila manajemen perpustakaan melakukan fokus pengadaan jumlah bahan literatur untuk subjek Teori Lingustik Umum atau kelas 410. Dalam Linguistics Program Manual (2005) yang dikeluarkan oleh York University disebutkan bahwa tujuan dari koleksi perpustakaan adalah untuk mendukung program-program Linguistik yang ada. 

Sementara itu, subjek Linguistik Terapan (418) menempati urutan kedua dalam persentase distribusi subjek karena tuntutan kebutuhan literatur Linguistik terapan khususnya untuk program diploma, program spesialisasi penerjemahan, serta program pelayanan bahasa. Program-program tersebut pada umumnya memerlukan materi yang lebih bersifat praktis daripada teori-teori Linguistik. 

Pada poin ini, penulis berpendapat bahwa manajemen perpustakaan telah melakukan langkah yang tepat untuk pemfokusan koleksi perpustakaan. Namun, yang cukup mengkhawatirkan adalah adanya gap distribusi bahan literatur untuk subjek Linguistik yang cukup signifikan sehingga penyebaran distribusi untuk subjek tersebut kurang merata.

Menurut Bida Cahyono, Pustakawan Linguistik pada Pusat Kajian Bahasa dan Budaya Unika Atma Jaya, pada fakultas kebahasaan yang memiliki progam pendidikan sarjana hingga doktoral serta memiliki beragam pusat kajian bahasa, idealnya persentase koleksi yang proporsional dan tidak ada gap yang terlampau besar antara satu subjek dengan subjek lainnya. 

Penulis berpendapat bahwa adanya gap pada distribusi subjek Linguistik di Perpustakaan FIB disebabkan manajemen perpustakaan belum memiliki kebijakan tertulis mengenai pengadaan koleksi sehingga menyebabkan kurang efektifnya manajemen pendistribusian akuisisi bahan literatur oleh perpustakaan khususnya untuk bidang Linguistik. 

Dengan adanya fakta tersebut, maka dapat dikatakan pengembangan koleksi masih bersifat “sporadis”. Sebagai gambaran, bedasarkan data akuisisi tahun 2004, lima besar proporsi akusisi koleksi ditempati kelas 800 atau kesusasteraan (680 judul), dilanjutkan dengan kelas 900 atau Sejarah, Geografi, dan Biografi (171 judul), kelas 300 atau Ilmu Sosial (150 judul), kelas 400 atau Linguistik, dan kelas 200 atau Agama (46 judul). 

Dari pemaparan tersebut dapat dilihat bahwa koleksi bidang Linguistik menempati urutan ke empat atau berjumlah 76 judul buku. Dari ke-76 judul tersebut alokasi lebih banyak diarahkan untuk koleksi bidang Linguistik teoretis dan Linguistik praktis. 

Peningkatan jumlah akuisisi koleksi adalah syarat mutlak untuk meningkatkan pendistribusian jumlah koleksi dalam area subjek Linguistik secara proporsional dan mengurangi gap yang ada. Penulis menduga, kondisi tersebut juga berkorelasi dengan minimnya terbitan Linguistik yang dihasilkan pengarang-pengarang lokal sehingga menyebabkan perpustakaan kesulitan untuk melakukan jumlah bahan literatur secara signifikan. Berdasarkan data Unesco tahun 2004, bahwa jumlah penerbitan buku di Indonesia pada tahun 1999 untuk subjek Linguistik hanya berjumlah 12 judul. Data tahun 1999 dijadikan acuan karena data untuk tahun 2000 ke atas belum tersedia (Unesco, 2005). 

Pengalihan pembelian untuk terbitan luar negeri belum dapat dilakukan sepenuhnya oleh karena keterbatasan dana yang dimiliki. 

4.2.2 Kekuatan dan Kelemahan Koleksi
Dengan menerapkan metode conspectus secara konsisten dapat diketahui kekuatan koleksi buku bidang Linguistik pada Perpustakaan FIB sebagai berikut:

Tabel 4.2
Kekuatan Koleksi Subjek Linguistik
No. Nomor Kelas Subjek Aras Koleksi Aktual (CCL) Aras Koleksi yang Diharapkan(CG) Komentar
1 410 Teori Linguistik 2bE 5F Bahan literatur kurang mutakhir
2 418 Linguistik Terapan 2bF 5F Bahan literatur kurang mutakhir
4 415 Gramatikal Bahasa 1bE 5F Bahan literatur kurang mutakhir
5 414 Fonologi dan Fonetik 1bE 5F Bahan literatur kurang mutakhir
6 419 Bahasa Verbal Terstruktur di luar Bahasa Lisan dan Tulisan 1bE 5F Bahan literatur kurang mutakhir
7 412 Etimologi 1bE 5F Bahan literatur kurang mutakhir
8 411 Teknik Penulisan 1aE 5F Bahan literatur kurang mutakhir
9 417 Dialektologi dan Linguistik Diakronik 1aE 5F Bahan literatur kurang mutakhir
10 413 Kamus 1aE 5F Bahan literatur kurang mutakhir

Aras indikator yang diberikan oleh tiga orang evaluator untuk Aras Koleksi Aktual (CCL) berkisar antara 1aE hingga 2bE (Penjelasan mengenai indikator dapat dilihat pada halaman 21). Penilaian untuk CCL hanya berada pada kisaran 1aE hingga 2bE. Ini disebabkan selain karena perpustakaan memiliki kedalaman subjek yang terbatas, juga disebabkan perpustakaan belum memiliki koleksi jurnal dan koleksi referen, serta akses ke sumber-sumber pangkalan data terpasang (online database). Dalam penentuan aras, bahan literatur dalam format digital bersifat ekivalen (IFLA, 2001:7). 

Koleksi kelas 410 dan kelas 418 memperoleh aras 2 disebabkan oleh judul-judul yang tersedia cukup bervariasi sehingga kondisinya lebih baik dari kelas lainnya. Penulis menduga bahwa dasar dari penilaian level indikator yang diberikan oleh evaluator juga dipengaruhi oleh jumlah koleksi untuk kelas tersebut lebih besar daripada kelas lainnya (lihat tabel distribusi subjek hal.48). 

Koleksi pada kelas ini memiliki potensi untuk terus dikembangkan sebagai koleksi inti perpustakaan. Analisis ini senada dengan apa yang diungkapkan oleh para evaluator yang menyatakan bahwa koleksi yang berada pada aras 2 mungkin bisa memperoleh aras yang lebih tinggi dan berfungsi sebagai koleksi inti perpustakaan bila didukung oleh bahan-bahan literatur seperti jurnal, prosiding yang dipublikasikan, serta hasil-hasil penelitian lainnya. Salah satu evaluator juga mengatakan bahwa hasil-hasil penelitian maupun prosiding adalah jenis bahan literatur yang paling disukai oleh mereka yang bergelut dalam bidang Linguistik.

Selain rendahnya tingkat kedalaman dan kelengkapan koleksi dari segi kualitas, jumlah koleksi yang tidak terlampau banyak bila dibandingkan dengan jumlah mahasiswa serta pengajar Linguistik menjadi faktor utama kurangnya daya dukung koleksi untuk riset-riset bidang Linguistik yang dilakukan oleh sivitas akademika. Karya-karya umum yang dihasilkan oleh ahli Linguistik seperti Noam Chomsky perlu mendapat prioritas dalam kebijakan pengembangan koleksi. Ketiga evaluator juga menekankan perlunya pengadaan bahan literatur yang mutakhir mengingat perkembangan ilmu Linguistik yang pesat. 

Adanya CCL pada kisaran 1-2 dan CG yang berada pada aras 5F mengindikasikan perpustakaan perlu bekerja keras untuk membenahi manajemen koleksinya secara bertahap. Pada kenyataannya, manajemen koleksi Linguistik di Perpustakaan FIB masih mengalami ketertinggalan jika dibandingkan dengan elemen manajemen lainnya seperti staf, fasilitas, keorganisasian, dan prasarana lainnya. Dalam penelitian ini, penulis sengaja tidak menghilangkan indikator penilaian untuk aras 4 dan 5 seperti umumnya penilaian conspectus yang pernah diterapkan di Indonesia sebelumnya. Penulis berargumentasi bahwa penghilangan aras 4 dan 5 bersifat diskriminatif dan tidak mereprentasikan kondisi yang sesungguhnya. 

Sementara itu, rentang yang terlalu besar antara CCL dan GL pada Perpustakaan FIB adalah sebuah kasus yang menarik. Penulis melakukan benchmarking dengan Perpustakaan University of Western Australia (Lihat lampiran 5) dengan tujuan melihat bagaimana standar conspectus Perpustakaan FIB dengan perpustakaan universitas lain untuk subjek sejenis. Benchmarking dilakukan dengan Perpustakaan University of Western Australia karena universitas tersebut telah membuat standar conspectus untuk koleksinya secara komprehensif dan didistribusikan secara online. Selain itu, benchmarking dengan perpustakaan yang berada di luar negeri menjadi penting dengan argumentasi bahwa Perpustakaan FIB perlu menyesuaikan kualitas koleksinya pada aras nasional dan internasional agar memiliki daya kompetisi yang baik seiring dengan program-program pendidikan yang ditawarkan. 

Pada kenyataannya, pemberian aras indikator untuk koleksi Linguistik di Perpustakaan FIB yang berada pada kisaran 1-2 memang wajar jika melihat kondisi koleksi di Perpustakaan FIB. Indikator CG yang berada pada aras 5F juga menekankan bahwa manajemen perpustakaan perlu segera melakukan pembuatan kebijakan pengembangan koleksi secara tertulis sebagai panduan yang mengarahkan prioritas penguatan koleksi inti perpustakaan. Berdasarkan tabel conspectus, terlihat bahwa pada peringkat tiga teratas ditempati oleh subjek Linguistik, Linguistik Terapan, dan Etimologi yang masing-masing berada pada aras 2b., Evaluator juga menjelaskan bahwa penetapan CG pada aras 5F merupakan suatu bentuk harapan agar manajemen perpustakaan melakukan upaya yang seoptimal mungkin untuk melakukan pembenahan manajemen pengelolaan koleksi secara bertahap. Pembenahan ini dilakukan agar koleksi perpustakaan dapat mendukung kegiatan belajar mengajar serta riset di lingkungan FIB. Dengan demikian, secara bertahap perpustakaan perlu meningkatkan aras koleksi satu tingkat secara konsisten dalam jangka waktu yang tidak terlampau lama.

Penulis juga menganalisis bahwa minimnya aras conspectus koleksi disebabkan oleh beberapa faktor:
1. Perpustakaan FIB belum mampu mengelola jurnal secara konsisten. Kegiatan pengelolaan jurnal meliputi pengadaan jurnal representatif untuk subjek Linguistik yang bervariasi, serta kontinuitas pengoleksiannya.

2. Variasi judul dari karya-karya yang ditulis oleh ahli Linguistik yang cukup dikenal masih berada dalam kondisi yang terbatas.

3. Perpustakaan belum memiliki program kerja untuk mengelola sumber-sumber informasi elektronik serta akses-akses ke pangkalan data bidang Linguistik.

4. Perpustakaan memiliki keterbatasan anggaran untuk pengadaan koleksi secara proporsional sehingga penambahan koleksi harus berbagi dengan penambahan yang berasal hibah dari pihak lain yang bersifat subjektif.

5. Perpustakaan belum memiliki kebijakan pengembangan koleksi secara tertulis sehingga kedalaman dan kelengkapan koleksi perpustakaan tidak berjalan secara terarah menuju terbentuknya koleksi inti perpustakaan. Menurut Holt dan Hanger (1986) koleksi inti merupakan koleksi yang menjadi kebutuhan utama dari pengguna perpustakaan di mana bahan-bahan literatur berupa hasil penelitian diakuisisi tanpa terseleksi. Koleksi untuk subjek ini memiliki kedalaman dan kelengkapan koleksi dan pemotongan anggaran untuk akuisisi tidak bisa dilakukan selama belum ada perpustakaan sejenis yang memiliki kualitas koleksi yang sama (hlm. 47).

6. Manajemen perpustakaan belum memanfaatkan alat seleksi pengadaan judul koleksi seperti daftar judul standar untuk subjek Linguistik yang dikeluarkan oleh lembaga berwenang maupun penerapan benchmarking pada perpustakaan perguruan tinggi lain untuk koleksi sejenis sehingga kualitas koleksi perpustakaan hanya bersifat lokal dan lebih mencerminkan subjektifitas pengelola perpustakaan.

4.2.3 Cakupan kronologis
Cakupan kronologis koleksi untuk subjek Linguistik di Perpustakaan FIB bisa dikatakan kurang relevan. Kenyataan ini dapat dilihat dari persentase distribusi cakupan kronologis dalam tabel berikut:

Tabel 4.3
Persentase Cakupan kronologis
No Tahun Terbit Jumlah Persentase
1 < 1950 19 8%
2 1950 - 1959 19 8%
3 1960-1969 28 12%
4 1970-1979 74 31%
5 1980 ¿ 1989 31 13%
6 1990 ¿ 1999 52 22%
7 2000 - 7 3%

Dari data yang ada pada tabel di atas dapat terlihat bahwa cakupan kronologis untuk koleksi subjek Linguistik didominasi oleh terbitan tahun 70-an dan 90-an. Untuk koleksi terbitan setelah tahun 2000 menempati urutan terkecil dengan persentase sebesar 3% saja. Dengan adanya perubahan kurikulum dan pembukaan program magister dan doktoral untuk bidang Linguistik, idealnya perpustakaan memprioritaskan terbitan setelah tahun 2000. Dalam WLN Collection Assessment Manual (1992) disebutkan bahwa kemutakhiran koleksi adalah 10% dari total koleksi di mana kemutakhiran koleksi yang dimaksud adalah terbitan lima tahun terakhir. Penulis berpendapat untuk konteks perguruan tinggi di mana disiplin ilmu cukup bervariasi dan bahan literatur mutakhir diperlukan untuk mendukung kurikulum, maka parameter yang dijelaskan dalam WLN Manual Collection Assessment Manual dapat dijadikan acuan bagi kondisi aktual kemutakhiran koleksi di Perpustakaan FIB. Dalam pengumpulan data, penulis juga menemukan masih adanya buku dengan tahun terbit 1903 dengan judul ¿Comparative philology : a comparison between Semitic and American languages¿. Seorang evaluator menjelaskan bahwa seharusnya buku tersebut sudah tidak berada di rak lagi dengan alasan selain waktu terbit yang sudah cukup lama, secara substansial buku tersebut bukan merupakan teori Linguistik yang bersifat umum melainkan hanya perbandingan saja. 

Kemudian penulis membuat sebuah hubungan antara kekuatan koleksi subjek Linguistik dengan cakupan kronologis. Hasil yang ingin diperoleh adalah bagaimanakah distribusi persentase cakupan kronologis dalam kelas yang menempati dua urutan teratas koleksi terkuat untuk subjek Linguistik, dalam hal ini adalah kelas 410 dan 418. Untuk kelas 410 (Teori Linguistik), persentase distribusi cakupan kronologis didominasi oleh terbitan tahun 70-an (30%) yang diikuti terbitan tahun 90-an (21%) serta terbitan tahun 60-an (15%). Dalam kelas ini terbitan tahun 2000 ke atas hanya berjumlah sekitar 3% atau berada pada urutan terakhir dari keseluruhan persentase distribusi cakupan kronologis.

Untuk kelas 418, mayoritas koleksi didominasi oleh terbitan 90-an (36%), diikuti terbitan tahun 80-an (30%) serta terbitan tahun 70-an (21%). Terbitan tahun 2000 ke atas hanya mengambil proporsi 6%. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa ada sebuah dilema dalam pengelolaan koleksi perpustakaan untuk subjek Linguistik. Kelas yang menjadi koleksi inti justru memiliki kelemahan dalam hal cakupan kronologis. Penulis berpendapat bahwa mungkin perpustakaan mempertahankan koleksi-koleksi yang sudah mutakhir karena penambahan koleksi untuk kelas tersebut belum dapat berjalan secara baik. Keterbatasan dana akusisi nampaknya menjadi faktor utama lambatnya akusisi.

4.2.4 Analisis Cakupan Bahasa
Bahan literatur bidang Linguistik di Perpustakaan FIB didominasi oleh terbitan berbahasa Inggris (penjelasan mengenai kode bahasa dapat dilihat pada halaman 25). Pada kelas-kelas tertentu ditemukan bahan literatur yang menggunakan bahasa selain Bahasa Inggris seperti dan Bahasa Belanda dan Bahasa Jerman dalam jumlah yang tidak signifikan. Di samping itu, bahan literatur tersebut adalah terbitan lama dan merupakan buku hibah sehingga kondisi tersebut lebih mencerminkan subjektifitas pihak yang menghibahkan dan bukan karena kegiatan pengembangan koleksi yang dilakukan oleh pihak perpustakaan. Pada kenyataannya, bahan literatur pada kategori ini juga sangat sedikit tingkat pemanfaatannya. 

Penulis menduga, selain karena bahasanya lebih sulit dipahami selain bahasa Inggris, koleksi-koleksi tersebut berisi teori-teori Linguistik yang kurang mutakhir dan tidak layak untuk tetap dipertahankan lagi di rak. Kondisi ini dapat dilihat pada minimnya frekuensi peminjaman buku yang tercatat pada kartu buku meskipun buku tersebut bukan koleksi tandon. Lancaster (1982) menjelaskan bahwa dalam evaluasi koleksi pengukuran terhadap frekuensi penggunaan literatur lebih baik daripada perhatian subjektif terhadap koleksi itu sendiri (hlm.15). Koleksi dengan kondisi yang demikian termasuk kategori low use ¿ low relevance yang berarti koleksi jarang digunakan, tidak mutakhir sehingga perlu ditarik dari rak tanpa penggantian koleksi untuk jenis yang sama (University of Tenesse, 2004). Seorang evaluator menjelaskan bahwa akademisi yang terlibat dalam bidang Linguistik lebih menyukai hasil-hasil penelitian dan prosiding karena sifatnya yang lebih mutakhir dan mencerminkan realitas disiplin keadaan ilmu Linguistik mutakhir.
Selain bahasa asing, terdapat juga bahan literatur yang berbahasa Indonesia dalam jumlah yang sedikit. 

Mengenai hal ini, penulis berpendapat bahwa sedikitnya literatur berbahasa Indonesia mungkin disebabkan karena kualitas dan kuantitas koleksi terbitan dalam negeri untuk bidang Linguistik belum dapat mendukung kurikulum yang ada di FIB sehingga pihak perpustakaan lebih memprioritaskan pengadaan koleksi Linguistiknya dari terbitan luar negeri meski dalam jumlah yang terbatas. Namun, dengan melihat fakta tetap dipertahankannya bahan literatur berbahasa Indonesia untuk kelas tertentu, penulis berpendapat bahwa hal ini lebih menunjukan relevansinya sendiri-sendiri antara keadaan koleksi dengan kebutuhan informasi sivitas akademika.

Kode E (English) yang berarti bahwa koleksi dalam bahasa Inggris mendominasi, sedangkan koleksi dalam bahasa lain hanya sedikit atau tidak ada sama sekali. Kondisi tersebut dapat ditemukan pada 9 dari 10 subkelas yang berada di bawah kelas 410-419. Namun demikian, melihat data proporsi akuisisi pada tahun 2004 untuk koleksi Linguistik di Perpustakaan FIB, koleksi berbahasa Indonesia nampaknya akan terus dikembangkan dan dilengkapi. 

Kode F (Selected non-English) masih bisa dikatakan relevan meskipun hanya terdapat di kelas 418 saja. Koleksi buku dalam bahasa selain bahasa Inggris secara terseleksi diperlukan untuk mendukung subjek Linguistik terapan. Koleksi tersebut umumnya berasal dari terbitan luar negeri yang menggunakan dwi bahasa sehingga memudahkan pemahaman materi koleksi. 

Sedangkan untuk kode W (Wide Selection Languages) yang menunjukan seleksi yang luas dalam berbagai bahasa dan tidak ada program untuk membatasi bahan pustaka berdasarkan bahasa tertentu dan kode Y (One non-English Language) belum dapat terlaksana. Meskipun penulis berpendapat hal ini relevan, namun perpustakaan belum memiliki program yang jelas mengenai seleksi koleksi dalam variasi bahasa. Keadaan ini terkait dengan belum adanya kebijakan pengembangan koleksi tertulis yang jelas. Dalam pengadaan koleksi, pihak perpustakaan hanya memanfaatkan pemberian form untuk judul-judul yang diperlukan oleh staf pengajar.

Dengan demikian, gambaran umum yang dapat diperoleh dari analisis bahasa pada koleksi bidang Linguistik di Perpustakaan FIB adalah bahwa perpustakaan lebih cenderung mengoleksi bahan literatur berbahasa Inggris daripada bahasa Indonesia. Hal ini dapat dipahami mengingat terbatasnya koleksi dalam negeri yang berbahasa Indonesia untuk subjek Linguistik dari segi kualitas maupun kuantitas. Penulis juga berpendapat bahwa perpustakaan belum melakukan upaya yang optimal dalam pengembangan koleksi untuk bahan literatur berbahasa Indonesia. Kesimpulan ini diperoleh, setelah mengetahui bahwa perpustakaan belum memanfaatkan alat seleksi seperti daftar judul standar bidang Linguistik yang dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang seperti yang umumnya dilakukan oleh perpustakaan-perpustakaan perguruan tinggi di Australia dan Amerika Serikat. Penggunaan form kepada staf pengajar sebagai alat pengembangan koleksi lebih bersifat lokal dan jangka pendek. Menurut Ferguson (1988) pengembangan koleksi untuk perguruan tinggi harus diletakkan pada tataran nasional dan internasional agar perguruan tinggi yang bersangkutan dapat memiliki daya kompetisi yang lebih kuat pada aras internasional. Perpustakaan yang memiliki reputasi koleksi internasional memudahkan kerja sama perpustakaan itu sendiri pada tingkat nasional dan internasional (IFLA, 2001). 

Penulis berpendapat, Perpustakaan FIB juga perlu memperbesar jumlah spesialis subjek dalam proses akuisisi koleksi. McEldowney (1994) menyebutkan bahwa peran spesialis subjek akan sangat efektif bagi perpustakaan perguruan tinggi yang memiliki keterbatasan anggaran dalam akuisisi bahan literatur. Ia menjelaskan bahwa peran pustakawan yang terlampau besar dalam pengadaan koleksi pada perpustakaan adalah ciri khas perpustakaan perguruan tinggi di Amerika Serikat pada tahun 1920-an. Ia menyebut secara ekstrem pengurangan peran staf perpustakaan dalam memutuskan bahan literatur mana yang akan dibeli dengan istilah ¿deakuisi pustakakawan¿ (de-acquisition librarian). Dengan adanya berbagai faktor sosial, ekonomi, dan akademik yang mempengaruhi lingkungan perguruan tinggi, ia menyarankan perlunya peran spesialis subjek dalam manajemen koleksi. Paul Mosher (1995) juga mengatakan bahwa minimya peran spesialis subjek dalam perpustakaan perguruan tinggi adalah ciri khas perpustakaan tradisional (hlm.17).

4.2.5 Komentar Evaluator
Komentar evaluator diperlukan sebagai deskripsi singkat mengenai keadaan koleksi. Komentar merupakan pelengkap penilaian numerik terhadap koleksi yang menjelaskan kekuatan khusus atau batas koleksi area subjek maupun aktivitas pengoleksian. Dengan disertainya komentar sebagai alasan penentuan level indikator, maka subjektivitas dapat dikurangi. 

Dari data yang diperoleh para evaluator sepakat untuk memberikan catatan mengenai perlunya pengembangan koleksi mutakhir. Secara umum, mayoritas koleksi subjek Linguistik adalah terbitan tahun 70-an (31%), sedangkan terbitan tahun 2000 ke atas memiliki porsi yang sangat kecil, yakni hanya sebesar 3% saja. Dengan keadaan tersebut, wajar bila evaluator menekankan perlunya koleksi yang lebih mutakhir sebagai syarat untuk memperkuat daya dukung kegiatan akademis yang ada di lingkungan fakultas. Berdasarkan data dari pihak fakultas tahun akademik 2004-2005, saat ini jumlah total mahasiswa yang terdaftar di FIB adalah 3002 mahasiswa dengan rincian, 916 mahasiswa program diploma, 1767 mahasiswa program sarjana, 244 mahasiswa program pascasarjana, dan 75 mahasiswa program doktoral. Dari jumlah total mahasiswa tersebut, 70%-nya bersinggungan langsung subjek Linguistik. Sementara itu, staf perpustakaan FIB menyebutkan bahwa pada tahun 2004 tercatat sekitar 3000 mahasiswa yang terdaftar sebagai anggota perpustakaan. Dengan kenyataan bahwa keadaan koleksi perpustakaan untuk subjek Linguistik secara umum masih minimal dan kurangnya kemutakhiran koleksi, maka dapat dipastikan daya dukung perpustakaan FIB dalam memenuhi kebutuhan informasi sivitas akademika masih sangat lemah. 

Penerapan metode conspectus dalam evaluasi koleksi dapat dijadikan sebagai salah satu dasar pengembangan koleksi yang menguntungkan Perpustakaan FIB untuk masa yang akan datang. Saat ini, perpustakaan belum memiliki standar baku mengenai keadaan koleksi aktualnya. Padahal, Eisenberg (1998) menegaskan bahwa pustakawan harus senantiasa mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan koleksi dari perpustakaan yang dikelolanya.

Metode conspectus cukup relevan dalam upaya perpustakaan untuk membentuk koleksi inti perpustakaan dengan tetap tidak mengabaikan kebutuhan informasi pengguna, khususnya di lingkungan perguruan tinggi. Pendapat ini senada dengan apa yang diungkapkan oleh Holt dan Hanger (1986) tentang metode conspectus lebih tepat diterapkan di perpustakaan perguruan tinggi. Hal ini disebabkan oleh penjabaran kategori subjek yang sangat mendetail yang merepresentasikan pengukuran kedalaman dan kelengkapan disiplin ilmu tertentu (hlm. 10-14). Kedalaman dan kelengkapan koleksi suatu subjek hanya bisa ditemukan pada perpustakaan-perpustakaan perguruan tinggi daripada perpustakaan umum. Evaluasi koleksi dapat dilakukan secara berkala yang dapat disesuaikan denga kebutuhan informasi staf pengajar dan mahasiswa atau mungkin karena pembukaan program baru yang disertai dengan perubahan kurikulum.

Selanjutnya adalah karena faktor keterbatasan dana. Mengingat sumber dana Perpustakaan FIB berasal dari pihak fakultas dan pihak universitas maka manajemen perpustakaan perlu memanfaatkan anggaran tersebut secara efektif dalam menentukan bahan literatur apa yang akan dikoleksi. Penggunaan dana perpustakaan harus dipertanggungjawabkan, begitu juga dengan pengadaan koleksi yang harus sesuai dengan prioritas pengembangan koleksi inti perpustakaan. 

Pemanfaaatan metode conspectus di Perpustakaan FIB masih bersifat sederhana dan belum bisa diterapkan sepenuhnya oleh karena keterbatasan-keterbatasan yang ada di Perpustakaan FIB. Namun, hasil yang diperoleh dapat dijadikan parameter sejauh mana kekuatan koleksi perpustakaan jika dibandingkan dengan perguruan tinggi lain untuk subjek sejenis. Dengan demikian, manajemen perpustakaan dapat menentukan spesialisasi koleksi intinya serta menyeimbangkan kelemahan koleksi dengan menggunakan standar bibliografi yang ada. Untuk konteks yang lebih luas, perpustakaan dapat memanfaatkan hasil analisis kekuatan dan kelemahan koleksi yang diperoleh untuk pembentukan kerja sama antarperpustakaan perguruan tinggi untuk subjek Linguistik. Munroe (2004) mengungkapkan bahwa conspectus dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan kerja sama jasa pinjam antarperpustakaan, pengelolaan dana, kebijakan pengembangan koleksi, alat akreditasi, serta prioritas preservasi. Pentingnya mengenai kerja sama perpustakaan atas dasar conspectus juga diutarakan oleh Sullivan (1995). 

Secara filosofis ia mengatakan bahwa tidak ada satu perpustakaan pun yang mampu memenuhi kebutuhan informasinya, karenanya diperlukan suatu kerja sama untuk memperluas cakupan koleksi (hlm. 181). Conspectus, adalah salah satu cara untuk membuat suatu kerangka dasar bagi kerja sama antar perpustakaan. 

*penulis adalah kontributor buntel library IP. 06

Tidak ada komentar: