Pages

Senin, 26 Maret 2012

Definisi stressor Kerja

*Oleh Evitriana Susanti Hatta 
Mahasisiswa Jip UI Depok
Secara umum stres dapat diartikan sebagai reaksi atas tekanan yang muncul dari lingkungan. Reaksi tersebut merupakan upaya manusia dalam menyesuaikan diri antara tuntutan lingkungan dan kemampuan yang dimiliki untuk memenuhi tuntutan tersebut. Beberapa definisi tentang stres akan dikemukakan berikut ini: dan
“Stress refers to an unpleasant subjective state accompanied by high level of arousal”.
                               (Greenberg dan baron, 1993)
“Stress as a situation in which environmental demands tax or exceed the resources of the person”.
                              (Lazarus dan Launier, 1978 dalam Cherniss, 1980)
“Stress is the process of appraising events as threatening, challenging or harmful, and responding to such events on a physiological, emotional, cognitive, or behavioral level. The triggering events may be negative in nature, or they may be positive”.
                                             (Feldman, 1989)
            Berdasarkan beberapa definisi di atas, stress merupakan kondisi psikologis yang tidak menyenangkan, ditandai dengan perasaan negatif dalam diri individu, seperti merasa terancam, tertekan, dan kesal. Kondisi ini dapat timbul setelah individu mengalami peristiwa di tempat kerja yang menuntut reaksi penyesuaian diri. Peristiwa di sini mengimplikasikan tuntutan lingkungan yang dapat bersifat memberi kesempatan atau menantang kemampuan individu, mengancam, bahkan membahayakan dirinya karena ia merasa terbebani oleh tuntutan lingkungan pekerjaan. Konsekuensi dari hasil persepsi individu terhadap stressor adalah munculnya perasaan tertekan karena ia merasa terbebani oleh tuntutan tersebut atau ia merasa tidak mampu memenuhi tuntutan tersebut.
            Stres merupakan hal yang tidak terelakkan, dalam arti bahwa di sekeliling kita banyak sekali terdapat hal-hal yang dapat menimbulkan stres pada diri kita. Lebih jauh Schneider (1991) berpendapat bahwa tiap individu membutuhkan stres dalam kehidupan mereka, stres dapat menumbuhkan motivasi dan tantangan, stres dapat meningkatkan hasil kerja seseorang. Namun stres yang berlebihan dapat membahayakan kesehatan dan konsekuensinya dapat mempengaruhi performa kerja seseorang.
            Stres yang muncul di lingkungan pekerjaan disebut sebagai stres kerja. Beberapa pandangan mengenai stres kerja di bawah ini lebih menekankan pada persepsi individu stressor kerja yang memiliki dampak yang cukup penting bagi keseimbangan dalam kehidupan kerja:
“Work stress is a dynamic condition in which an individual is confronted with an opportunity, constraint, or demand related to what he or she desires and for which the outcome is perceived to both uncertain and important”
                                          (Robbins, 1993)

“…both to employee’s strain or reactions to the work environment and to job stress or elements of the environment itself”.
                                           (Beehr et al., 1992)

            Berdasarkan definisi di atas, stres kerja merupakan keseluruhan faktor dari lingkungan pekerjaan yang menuntut reaksi penyesuaian diri, berpotensi menimbulkan tekanan dan mempengaruhi keseimbangan hidup individu. Faktor-faktor dalam lingkungan pekerjaan mencakup faktor manusia dan lingkungan kebendaan. Kedua faktor ini berpotensi menjadi stressor kerja karena individu dapat memandangnya sebagai tantangan atau ancaman dalam menghadapi situasi yang melibatkan kedua faktor tersebut. Adapun yang membuat individu merasa tertantang atau terancam adalah ia memiliki harapan untuk berhasil di lingkungannya. Sementara itu faktor-faktor dalam lingkungan pekerjaan bisa berupa tuntutan atasan, tekanan atasan, beban kerja, kondisi ruang kerja dan sebagainya.
            Stres kerja terkait dengan lingkungan pekerjaan karena sumber-sumber stres atau stressor kerja ini berasal dari hasil interaksi karyawan dengan orang lain dan interaksinya dengan lingkungan kebendaan (Cooper & Payne, 1988, Spielberger dan Turnage, 1991, Williams, 1997). Meskipun definisi negenai stressor kerja tidak dijelaskan secara eksplisit dalam berbagai literatur, namun secara umum stressor kerja diartikan sebagai segala sesuatu yang terdapat di lingkungan pekerjaan yang berpotensi menjadi sumber stres karyawan (Robbins, 1993).
Stressor kerja memiliki jenis yang beraneka ragam dan umumnya bersifat kasat mata. Karyawan yang merasakan stressor kerja dapat berbeda antara satu karyawan dengan karyawan lainnya. Hal ini disebabkan faktor perbedaan individual (Gibson, Ivancevich, dan Donnelly, 1985, Robbins, 1993) seperti:
a.      Pengalaman kerja
Semakin lama pengalaman kerja seseorang, semakin besar kemungkinannya untuk tidak mengalami stres kerja. Hal ini dikarenakan karyawan tersebut memiliki kemampuan yang semakin memadai untuk mengatasi stres yang dialaminya. Alasan yang melandasi pernyataan ini adalah semakin lama karyawan bekerja di suatu perusahaan berarti ambang toleransinya terhadap stres semakin tinggi dan pertahanannya terhadap sumber stres semakin baik. Sementara itu, karyawan yang baru bekerja umumnya memerlukan waktu yang lebih lama untuk dapat mengatasi situasi yang menimbulkan stres kerja.
b.       Usia karyawan
     Semakin tua usia karyawan, semakin baik caranya dalam mengatasi stres kerjanya. Hal ini disebabkan pengalaman-pengalamannya dalam menghadapi situasi di tempat kerja yang penuh stres. Sementara itu semakin muda karyawan, karyawan semakin cenderung kurang dapat mengatasinya secara efektif karena ia masih membutuhkan banyak waktu untuk beradaptasi dengan lingkungan pekerjaannya.
c.        Kecenderungan sikap dan perilaku karyawan yang mengarah pada tipe kepribadian A
Menurut Friedman dan Rosenman (1974), dalam hubungannya masalah stress ditemukan dua pola perilaku. Masing-masing terdiri dari satu perangkat perilaku majemuk yang digolongkan sebagai tipe A dan B. Orang yang berperilaku tipe A digambarkan sebagai individu yang memiliki derajat dan intensitas yang tinggi untuk ambisi, achievement, recognition, dan competitiveness dan keagresifan, ciri lainnya adalah memiliki paksaan dalam kerja berlebihan, selalu bergelut dengan batas waktu, dan sering menelantarkan aspek kehidupan sosial yang lain seperti rekreasi bersama keluarga dan sebagainya.
Kalimo, dkk. (1987) mengemukakan bahwa stressor yang ada di dalam lingkungan kerja itu sendiri yang menyebabkan perubahan pola perilaku tipe A. Juga dibuktikan bahwa pekerja pada saat memangku jabatannya tidak memiliki pola perilaku tipe A. Tetapi karena tekanan tugas dengan waktu yang terbatas akan mengubah karyawan yang berperilaku tipe B yang santai menjadi tipe A atau perubahan perilaku tipe A yang biasa menjadi lebih ekstrim.
Kecenderungan sikap dan tingkah laku tipe A. Sikap maupun perilaku karyawan dalam menghadapi situasi yang sulit dan menekan tidak semata-mata disebabkan pengalamannya dalam mengantisipasi kondisi yang penuh dengan stres. Ada unsur emosional, yang dapat ditampilkan melalui perilaku agresif (Ivancevich, Gibson, dan Donnelly, 1985). Perilaku agresif ini tidak hanya dicerminkan melalui tindak kekerasan saja, melainkan dari usahanya yang berlebihan untuk mencapai prestasi yang tinggi, kecenderungan untuk bersaing dengan individu lain. Pola sikap dan perilaku yang tertanam dalam diri individu ini dapat menyebabkan individu mudah mengalami stres di tempat kerja. Hal ini dikarenakan individu memiliki persepsi yang kuat terhadap waktu, sehingga untuk mencapai prestasi dalam waktu yang terbatas, ia perlu membandingkan dengan kinerja orang lain agar kebutuhannya untuk mencapai prestasi yang diinginkan terpenuhi.
Karyawan dengan kecenderungan tipe kepribadian A lebih rentan terhadap stress kerja dibandingkan karyawan yang memiliki kecenderungan tipe kepribadian B. Untuk mencapai tujuan-tujuannya, individu dengan kecenderungan tipe B ini lebih memiliki kesabaran, sikap yang tenang, dan bertindak dengan lebih santai namun dapat tetap memiliki pertimbangan yang baik. Adapun penyebab karyawan dengan kecenderungan tipe kepribadian A lebih mudah mengalami stres dibandingkan dengan individu tipe B adalah mereka yang memiliki persepsi yang berlebihan mengenai situasi persaingan, yang disertai pula dengan kebencian dalam diri apabila individu mempersepsikan lingkungan yang dihadapinya kurang memberikan dukungan atau kurang menguntungkan. Di samping itu terdapat kecenderungan dalam diri individu tipe A untuk mudah merasa kesal dalam menghadapi situasi yang menekan dan sulit (Fincham dan Rhodes, 1988, Ivancevich, Gibson, dan Donelly, 1985, Moorhead dan Griffin, 1992).

Tidak ada komentar: